pijatan dinding vaginanya aku ejakulasi di dalam

Aku menyalakan keran air, mengalirkan air hangat ke dalam bath-tub sementara
dia mengambil sebotol cairan dari dalam lemari di kamar mandi yang ternyata
menghasilkan busa saat dituangkan ke dalam air. Sambil menunggu air penuh kami
mulai saling mencium. Aku duduk di toilet sementara dia aku pangku menghadapku.
Aku merangkul pinggangnya dan mulai menariknya agar semakin dekat ke bibirku.
Saat vaginanya menyentuh penisku punggungnya tiba-tiba melengkung ke belakang
dan kepalanya mendongak ke belakang yang membuat kedua payudaranya yang indah
semakin besar dan condong ke mukaku.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Mulutku langsung menciumi
payudaranya, mula-mula yang sebelah kanan. Dia mengerang semakin keras. Lidahku
kupermainkan disekitar pentilnya tanpa menyentuh pentilnya tersebut. Tangan
kananku mulai naik meraba pinggangnya naik sampai ke pangkal payudara kirinya.
Dengan hanya gerakan ujung jari aku membuat gerakan memijit bergerak ke arah
puncak payudaranya. Lidahku masih mempermainkan daerah sekitar pentil kanannya.
Tangan kananku sekarang sudah mencapai lingkaran luar pentil buah dadanya.
Dengan gerakan serentak antara jari dan lidah aku menjentik puting susunya dan
mulai memijit kedua putingnya dengan intens. Dia menggeliat-geliat tidak tahan.
Rintihan kenikmatannya membuatku semakin liar. Dengan cepat aku mengulum
bibirnya yang tipis dan mulai memainkan lidahku didalamnya. Lidahku menyapu
setiap centi dari rongga mulutnya dan kemudian lidah kami bertemu dan mulai
saling mematuk, saling berpagut dan saling menampar. Aku mulai menggerakkan
pinggulku maju mundur yang tentu saja secara otomatis penisku mengenai bibir
luar vaginanya. Dia berteriak dan mulai membanting dirinya ke belakang. Telapak
kakiku terasa basah, rupanya air bath-tub telah penuh. Aku membiarkannya
menikmati sensasi tadi sampai selesai dan memintanya untuk berdiri. Dengan
setengah merajuk dia berdiri.
Aku mematikan keran dan menuntunnya masuk ke shower. Sebelumnya aku sempat
mengambil sebotol kecil sabun cair dari lemari. Di dalam boks kecil itu kami
mulai saling menyabuni tubuh. Dia mengambil inisiatif pertama untuk meyabuni
tubuhku. Dituangkannya sabun cair ke seluruh tubuhku lalu dia jongkok dan mulai
menggosok-gosokan tangannya ke kakiku. Aku tak menduga, ternyata kaki cukup
sensitif juga bila disentuh kaum hawa. Selesai menyabuni betis dia menaikan
tangannya ke pahaku. Dia bermain-main cukup lama di paha bagian dalamku sambil
matanya menatap mataku yang setengah terpejam. Penisku mulai menegak kembali.
Melihat hal ini dia lalu mulai menggosok-gosok kepala penisku dengan gerakan
yang teramat pelan. Ketika aku membuka mata untuk melihat apa yang sebenarnya
dia lakukan kusaksikan dia memegang batang kemaluanku dengan tangan kirinya
sementara tangan kanannya mengusap-usap kantung pelirku dan mulai menjulurkan
lidahnya dengan pelan menuju kepala kemaluanku. Aku terpejam untuk menikmati
sensasi itu lebih dalam. Lama aku menungggu tetapi lidahnya tidak pernah sampai
ke kepala penisku. Aku membuka mataku dan mendapati lidahnya tengah
'menari-nari' sekian milimeter dari penisku. Sambil tersenyum dia melirikku dan
berkata, "Udah kena sabun Lou, pahit.."
Dia lalu memelukku dan merapatkan tubuhnya dengan tubuhku. Kurasakan kedua
payudaranya yang kenyal menekan pahaku. Dia lalu mulai bergerak naik sambil
tetap mendekapku. Aku tersentak dan merintih saat merasakan kenikmatan luar
biasa merasuki ku ketika payudaranya menyentuh dan menggesek penisku dengan amat
pelan. Dalam posisi demikian dia menggerakkan tubuhnya naik-turun sementara aku
terpejam dan mendesah. Tidak lama kemudian dia menjauh dah menggunakan puting
susunya untuk memainkan kemaluanku yang sudah mengeras. Aku benar-benar tidak
tahan. Dengan gemas aku mengangkat dirinya dan mulai menciumi mulutnya. Setelah
puas aku lalu menciumi lehernya sementara dia terpejam dan mendongak memberi
jalan untuk lidahku. Tangannya menggenggam kemaluanku dan mulai menggerakkannya
maju-mundur. Aku mendesah berkali-kali mengikuti ritme tangannya. Secara reflek
aku menggerakkan tanganku ke liang kemaluannya dan mulai menggesek-gesekkan
jariku di luar vaginanya. Kami medesah bersahut-sahutan. Pinggulku mulai
bergerak mengikuti gerakan tangannya sementara dia juga mulai menggerakkan
pinggulnya.
Aku menyentil-nyentil pelan klitorisnya dan sebagai akibat kenikmatan yang
kuberikan gerakan tangannya mengocok kemaluanku semakin cepat. Kami masih terus
mendesah. Aku menggerakkan wajahku mendekat ke wajahnya dan mencari bibirnya
dalam keadaan terpejam. Kami lalu saling berciuman sementara tangan kami masih
terus melakukan gerakan ritmis tersebut. Pelan-pelan kumasukkan jari telunjukku
ke dalam liang vaginanya. Dia mencoba melepaskan mulutnya untuk meneriakkan
teriakan kenikmatan, tetapi aku menekankan bibirku kuat-kuat sambil terus
mengulum lidahnya. Dia hanya bisa menggelinjang. Ketika aku merasakan penisku
hampir mencapai klimaksnya aku menekankan diriku ke tubuhnya untuk menghentikan
gerakannya dan bertanya apakah dia sudah hampir klimaks. Dia mengangguk.
Maka aku menarik diriku untuk memberikan keleluasaan bagi tangannya untuk
kembali melakukan masturbasi terhadap penisku. Jari telunjukku bertambah cepat
gerakannya di dalam sana. Aku memposisikan jariku sedemikian rupa sehingga jari
telunjuk dan jari jempol membentuk pistol sehingga setiap jari telunjukku masuk,
ujung jari jempolku mengenai klitorisnya. Setiap kali hal ini terjadi dia
mengejang hebat dan menghentikan gerakan tangannya. Pada akhirnya (setelah hal
ini berlangsung beberapa kali) dia mulai bisa mengendalikan tangannya dan
menggerakkannya maju-mundur lebih cepat setiap kali klitorisnya tersentuh.
Setelah 7 atau 8 kali tiba-tiba dia mengejang hebat setiap lonjakan tubuhnya
disusul lonjakan lainnya secara cepat.
Dengan susah payah aku mengeluarkan jari telunjukku dan menggantikannya
dengan penisku. Saat aku memulai penetrasi dia menggelinjang dan berteriak keras
sekali, mungkin dia klimaks berturut-turut. Nafas kami memburu saling mengejar.
Ketika akhirnya aku berhasil memasukkan penisku ke dalam liang vaginanya aku
masih merasakan penisku dipijat-pijat. Luar biasa... dia klimaks sampai selama
ini. Langsung saja aku menggerakkan tubuhku maju mundur sementara tanganku
menopang tubuhnya yang masih tegang. Dia masih terus mendesah. Sepertinya
klimaksnya sudah reda tapi dia mulai menikmati gerakan penisku. Aku menggerakkan
tubuhku maju-mundur sementara aku mulai menciumi payudaranya. Ku jilati seluruh
tubuhnya. Dia mendesah semakin keras. Ketika aku sudah hampir keluar tiba-tiba
tubuh Priscill kembali menggelinjang dan dinding vaginanya kembali berkontraksi.
Aku tidak mempercepat gerakanku melainkan tetap menjaga ritme yang sudah
terbentuk. Dia menggeliat, membanting dirinya ke kiri dan ke kanan dalam
pelukanku. Tidak tahan oleh pijatan dinding vaginanya aku ejakulasi di dalam.
Spermaku bercampur cairan vaginanya tumpah keluar banyak sekali membasahi perut
dan tubuh kami. Aku tidak mencabut penisku sampai kami berdua tenang kembali.
Aku bersandar di dinding shower sementara dia bersandar ke tubuhku. Kami berdua
terpejam cukup lama, bermandikan peluh.
Lima menit kemudian kami melanjutkan acara mandi kami yang tertunda. Kami
tidak bersetubuh melainkan hanya berendam berdua di dalam bath-tub, mengobrol
tentang berbagai macam hal. Selesai mandi kami berpakaian dan turun ke bawah
untuk check out.
12:45
Kami telah sampai di rumahku. Dia mencium pipiku dan aku membalas mencium
dahinya. Tidak lama kemudian dia melaju, pulang. Kejadian hari-hari berikutnya
berlangsung menarik. Hampir tiap hari kami menyempatkan diri saling berjumpa
berdua saja, berbagi pengalaman pribadi atau kalau waktu memungkinkan,
bersetubuh. Saat itu menjelang ulangan umum, jadi kami tidak bisa sering-sering
melakukan hal tersebut. Semuanya berjalan lancar...sampai hari itu datang......
March, 13th, 2008
15:40
"Aku hamil Lou....!!" Bagaikan tersambar geledek aku terlonjak. Priscill
sudah menangis tersedu-sedu di sampingku. Kami berada di kamarku. Tidak ada
orang di rumahku. Tapi bagaimana mungkin? Setiap kali bersetubuh aku memakai
pengaman. Pertanyaan-pertanyaan berkecamuk di dalam benakku. Namun yang keluar
hanya, "Hah...?"
"Iya..., beberapa hari yang lalu aku mual-mual dan sait perut. Semula aku
kira haid, ternyata sampai tadi pagi masih berlanjut. Aku lalu pergi ke apotik
membeli alat tes kehamilan. Hasilnya positif...Gimana dong Lou...?" Dia
terisak-isak sementara aku menunduk mencoba untuk tidak menyesal.
"Gimana Lou? (snif) "
"A... Aku gak tahu... Terserah kamu, kamu mau melahirkan bayi itu...... Aku
akan bertanggung jawab, tapi kalau mau menggugurkan..a...aku..siap. "
"A...aku juga bingung....."
"Trrtttt.....Trrrttt......" Kami berdua terlonjak, terkejut oleh bunyi
handphone Priscill.
"H...Halo?"
"Cill, kamu di mana? Kok belum pulang... Mama nyariin tuh, kan papa ulang
tahun, kata mama pulang pagian, kita mau makan malam bareng. Mama masak banyak
lho.. Cill....hallo?? "
"I...iya...aku pulang sekarang..."
"Ya udah...bye!"
March, 14th, 2008
04:50
"Kringg....Krinngggg..." Duh, siapa sih pagi-pagi buta begini nelpon? Aku
mengangkat telpon yang terletak di samping tempat tidurku sambil menggerutu.
"Lo..." Sapaku pendek. Pertama-tama aku tidak mendengar apa-apa. Tapi lalu
aku mendengar isakan seorang wanita di ujung sana. Aku tersentak, membetulkan
posisi dudukku dan mulai berbicara hati-hati.
"Cill....itu kamu?" Bisikku lirih.
"Iya..." Suaranya terdengar mindeng dan masih terdengar isakkan tangisnya
sebentar-sebentar.
"Kamu kenapa sayang...? Kamu ada di mana?"
"Lou...aku...a..aku dimarahi habis-habisan. Ke..kemarin setelah perayaan
ulang tahun papa, aku memberitahu dia bahwa....bahwa...aku hamil Lou!" Tangisnya
meledak, "Lalu...lalu...dia mulai memakiku, dia juga memaki kamu...Katanya aku
perempuan...yang...tidak tahu di...untung. Aku...bilang aku ingin
menikah..denganmu dan bahwa kamu mau bertanggungjawab. Ta...tapi aku malah
ditampar. A...aku di suruh.....aku...Lou....hik..aku
disuruh...meng....gu..menggugurkan kandunganku Lou!!!" Tangisnya sudah
benar-benar tidak bisa ditahan lagi. Aku hanya sempat berkata, "Tenang dulu
Cill... Gimana kalau aku ke sana?" Suaraku terdengar gemetar.
Tiba-tiba terdengar--samar-samar--bunyi pintu dibuka paksa dan,
"Jangan Lou!!! Jangan ke sini!!! Ahhh...... "
"PLAK....PLAK....PLAK,...."
"Jangan pernah kamu menghubungi anak binatang itu lagi!!! Kalau kamu hubungi
dia lagi aku usir kamu!!!"
Aku terpana sejenak namun tidak lama. Saat aku mendengar suara tamparan itu
aku langsung berteriak, "Hentikan bajingan!!!"
"Bangsat!!! Kamu yang bajingan!!! Menghamili anak orang seenaknya!! Jangan
pernah kamu hubungi anak saya lagi, atau saya bunuh kamu!!!" Teriakan lelaki itu
langsung diakhiri dengan suara bantingan telpon. Aku mencoba menelpon kembali
namun yang terdengar hanya nada sibuk. Hari itu Priscill tidak masuk sekolah.
Demikian pula hari-hari berikutnya. Sampai aku menerima surat dari dia....
Lou sayang.
Maafkan aku Lou, aku tidak bisa menghubungi kamu. Papa menghancurkan pesawat
telpon di kamarku, handphone ku disita. Aku dikurung hampir seminggu di dalam
kamar. Aku menangis berhari-hari. Pada tanggal 17 Maret yang lalu aku dibawa ke
RS Fatmawati untuk menemui seorang dokter kandungan. Bayi kita diaborsi Lou!
Mereka membunuh Yvonne, ya, itu nama anak kita Lou. Dia perempuan, aku
mengetahuinya dari mama. Mama sebenarnya mendukung rencana kita Lou, rencana
menikah kita. Namun dia juga dimaki papa, bahkan dipukuli. Mama sampai berlutut
di depan papa memohon belas kasihan, namun papa kejam, papa sadis. Papa tidak
menghiraukan mama. Mama bahkan ditampar. Aku langsung menolong mama. Aku juga
ditampar.
Pada tanggal 19 malam aku mendengar papa berbicara di ruang tengah dengan
seorang lelaki. Dari pembicaraan itu aku mengetahui bahwa papa ingin mengirimku
ke suatu tempat di Eropa. Hanya itu yang berhasil aku dengar.
Sekarang aku berada di airport. Orang-orang berbicara dengan berbagai bahasa
di sini. Ada yang berbicara dengan bahasa Perancis, Inggris, Melayu, dan bahkan
ada puluhan bahasa yang tidak aku mengerti. Orang dari berbagai ras ada di sini.
Sepertinya aku akan disekolahkan di sini.
Aku takut Lou. Aku kangen sama kamu. Aku pergi bersama teman papa yang belum
aku kenal. Aku tiap hari berdoa untuk kamu Lou. Kamu juga kan? Aku tidak bisa
menulis lama-lama. Aku menulis surat ini pun di toilet. Teman papa tidak
memperbolehkan ku menulis surat atau menelpon. Priscill rasa kita tidak akan
bertemu lagi. Priscill tetap sayang sama Lou, apapun yang terjadi. Selamat
tinggal Lou.

1 komentar:

herizal alwi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.